Minggu, 21 September 2014

Grand Noir 14 Alternative (Last)

Setelah pertarungan melawan Benhard, Berg bersama pengikutnya sudah tidak berminat untuk mencari pedang terakhir. Mereka kini hanya berkelana untuk menikmati hidup mereka yang sudah tak ingin menumpahkan darah orang lain. Dengan kendaraan seadanya, mereka kini sedang menuju monumen terbesar di daratan itu, Grand Noir.

"Berg, aku lapar," kata Ed yang lemas karena belum makan dari pagi. "Ambil saja roti yang tadi baru kubeli," jawab Berg yang tidak ingin konsentrasinya terganggu. "Roti yang mana?" tanya Ed. "Maksudmu yang ini?" tanya Viona sambil menyodorkan plastiknya. "Isinya mana?" tanya Berg. "Sudah kami makan," sahut Geara dan Viola yang mengunyah roti itu tanpa rasa bersalah. "Haaaaah!? Kejam sekali kalian!!!" teriak Ed. "Berisik!!!!" Berg memukul Ed agar diam. "Hiks, sedihnya nasibku..." keluh Ed. Mendadak Berg menghentikan mobilnya.

"Ada apa?" tanya Geara. "Temanmu lagi," jawab Berg sambil menatap mematikan mesin mobilnya. "Yo, senang bisa berjumpa dengan kalian," sapa Chanson dengan ramah. Dia pasti sudah tahu kita akan kesini dan menunggu, batin Berg dan lainnya. "Ada perlu apa?" tanya Geara. "Tidak ada, hanya ingin menumpang saja. Kalian mau ke Grand Noir kan?" tanya Chanson. "Kalau iya, kenapa?" tanya Ed. "Bolehkah aku menumpang?" Berg berpikir sebentar melihat mobilnya yang belum sempat diperbaiki. "Haah~"

"Terima kasih ya kalian sudah memperbolehkanku menumpang," ucap Chanson dengan sopan. "Tak apa, mengingat kau tahu kami akan kesana, kau pasti tahu sesuatu," ujar Berg. "Wah, sepertinya aku sumber masalah ya?" ujar Chanson sambil memasang senyum licik. "Ah, kita sudah sampai!" kata Viola sambil menunjuk ke monumen tinggi berbentuk sayap yang berada sekitar 500 meter di depan mereka. "Bagus sekali ya..." ujar Viona tertegun. "Hei, kau masih lapar?" tanya Geara pada Ed yang sejak tadi terdiam lemas. "Un..." Mereka pun berhenti di depan monumen tersebut.

"Hee, jadi ini ya Grand Noir itu?" ujar Chanson. "Monumen yang sudah ada sejak tanah ini muncul, ada rahasia apakah di dalamnya?" tanya Geara yang terpesona oleh keindahannya. "Pertanyaan bagus!" kata Chanson yang mendadak mengeluarkan pedangnya. "Apa yang ingin kau lakukan!?" tanya Berg. "Tentu saja mencari tahu apa yang ada di dalamnya!" Dengan sekali tebas, monumen itu telah berlubang. "Bodoh!" bentak Geara. Ed, Viona, dan Viola langsung saja berlari ke dalam karena penasaran apa yang ada disana. Setelah beberapa detik, mereka keluar lagi dengan ekspresi seakan sedang dikejar setan.

"Apa yang ada di dalamnya!?" tanya Berg. "Nggak tahu! Yang pasti kita harus lari!" jawab Viona. Mendadak lubang itu menghisap semua yang ada di sekitarnya seakan di dalamnya ada medan gravitasi yang kuat. Mereka mencoba untuk kabur, tapi semuanya terlambat. Mereka semua terhisap ke lubang tersebut. Mereka pun tak sadarkan diri. Ketika terbangun, mereka terkejut menemukan diri mereka sudah ada di tempat lain. Di sekitar mereka berdiri gedung-gedung tinggi dengan desain futuristik. Berg yang kebingungan bertanya pada seseorang yang lewat. "Dimana ini?" tanya Berg. "Anda tidak tahu ini dimana? Ini J-Town," jawab orang tadi. Mendengar nama tempat yang tak pernah dia ketahui, Berg terdiam. "Dimana ini...?"

"Hei Berg, ini dimana?" tanya Ed. "Kita tersesat ya?" tanya Viona dan Viola bergantian. "Ini J-Town..." jawab Berg pelan. "J-Town? Tempat macam apa ini? Aku tidak pernah mendengar nama itu sekalipun, dan nama itu tidak ada di peta!" kata Geara panik. "Hahaha! Menarik kan kalau kita mencoba sesuatu yang nekat?" kata Chanson yang puas. "Diam kau, ini semua terjadi karena ulahmu!" kata Berg sambil memukul wajah Chanson. "Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" tanya Ed. "Yah, karena sudah sampai kesini, kenapa kita tidak jalan-jalan dulu?" ujar Geara memberi saran. "Benar juga, ayo kita nikmati dulu tempat ini, mungkin saja kita bisa tahu bagaimana cara untuk pulang.

Mereka pun berjalan-jalan di kota itu. Semua yang mereka lihat benar-benar berbeda dengan apa yang biasa mereka lihat. Tidak ada yang membawa senjata disini. Semua orang bersikap seakan disini tidak akan muncul mara bahaya. Mereka pun terbiasa dengan keadaan ini. "Eh, pedang kita dimana?" tanya Ed. "Pedangmu kan ditinggal di mobil," jawab Berg sambil mencoba mengeluarkan pedangnya. "Tidak ada?" ucap Berg tercengang. "Heh, kalian tidak tahu ya kalau pedang kalian itu berasal dari Grand Noir?" tanya Chanson. "Apa maksudnya?" tanya Berg bingung. "Lima, eh tidak, empat pedang suci itu sebenarnya berasal dari Grand Noir," jelas Chanson. "Lalu bagaimana dengan pedang kelima?" tanya Ed. "Pedang kelima itu adalah Grand Noir sendiri," jawab Chanson. "Jadi sekarang, mari kita nikmati kehidupan damai di dunia ini dan beristirahat sebentar," ajak Chanson sambil menjatuhkan dirinya di lapangan rumput. Yang lain pun ikut berbaring di atas rumput dan memandang langit biru yang cerah. "Hidup damai seperti inilah yang didambakan semua orang..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar