Minggu, 21 September 2014

Grand Noir 14 (Last)

"Lenyaplah kalian..." ucap Benhard sambil menghunuskan pedang Hazel ke arah Berg dan kawan-kawan. "Ini semua gara-gara kau!" bentak Berg ke Ed. "Ya maaf!" kata Ed. Sementara itu Viona dan Viola menghadapi Nami sang waiter. Di lain tempat, Geara dan Chanson sedang bertemu.

Beberapa menit sebelum ini...


"Sepertinya kita harus cepat mendapatkan pedang itu," ucap Berg. "Kenapa?" tanya Ed. "Mungkin saja itu pedang terakhir yang belum jatuh ke tangan kita ataupun Chanson. Kita punya Virtue dan Lancelot, orang itu punya Hazel, mungkin saja Chanson punya Vincent dan Saviour," jelas Geara. "Serahkan saja padaku!" Ed langsung pergi ke rumah sang pemilik Hazel.

"Serahkan pedangmu!" perintah Ed sambil mengangkat pedangnya. Pemilik pedang Hazel itu tersinggung dan mengayunkan pedangnya. Mereka berdua pun beradu pedang. Si waiter yang sadar kalau Berg dan yang lain akan datang langsung menyambutnya. "Selamat datang!" Viona dan Viola mengeluarkan pedang mereka dan menghadapi si waiter bernama Nami, Berg membantu Ed, sementara Geara pergi ke suatu tempat. Berg terkejut melihat Ed dan Benhard yang sedang beradu pedang. Ed pun dihempaskannya. "Apa yang sudah kau lakukan?" tanya Berg. Ed menjelaskannya dengan singkat. "Bodoh!"

Berg mengeluarkan pedangnya dan menghadapi Benhard. "Aku tak pernah melihatmu, kalau kau memang pemilik pedang itu, kau pasti ikut perang 1 tahun yang lalu!" ujar Berg. Benhard tidak menjawab. Mereka berdua terus menyerang satu sama lain.

Viona dan Viola yang melawan Nami tidak mengalami kesulitan berarti. "Warna merah di matamu tidak terlalu terang, karena itulah kau bisa kalah dengan mudah..." ujar Viola yang menunjukkan mata merahnya. Nami hanya pasrah. "Sebenarnya..." Dia pun menceritakan kenapa temannya bisa memiliki pedang Hazel. "Apa? Jadi kau tahu kalau orang itu bukan pemilik asli pedang Hazel?" tanya Geara. "Begitulah, makanya aku tidak tertarik untuk merebutnya dari orang itu," ujar Chanson sambil tersenyum. Geara pun buru-buru ke tempat Berg dan Ed.

"Oh, jadi kau saudara kembar Benhur? Pantas saja aku merasa kau mirip seseorang!" Berg pun mengeluarkan aura dan mengalahkan Benhard dengan mudah. "Serahkan pedang itu sekarang," ucap Berg. Benhard yang sudah tak bisa melawan menyerahkan pedang itu kepada Berg. "Uagh!" "Kenapa kau!?" tanya Berg. Perlahan tubuh Benhard berubah menjadi monster. "Sudah kuduga, dia sudah termakan pengaruh pedang itu," ujar Chanson. "Sepertinya aku harus turun tangan..."

Benhard yang telah berubah menjadi monster berbentuk kepiting, sulit untuk dijelaskan, yang pasti kedua tangannya berbentuk kecapit. Makhluk itu pun menyerang Berg dengan kecapitnya. "Sepertinya tubuh besar memang identik dengan lambat ya!" ujar Berg yang berkali-kali menghindar. Monster itu terus menyerang Berg dengan kecapitnya yang keras dan tajam tanpa kenal lelah. "Ngotot sekali kau!" Berg pun mengayunkan pedangnya ke arah Benhard.

"Apa!?" Pedang Virtue milik Berg tak bisa melukai Benhard sedikitpun. Berg berkali-kali menyerang monster itu tapi hasilnya nihil. "Sial!" Berg mengeluarkan aura dan pedangnya menjadi lebih kuat. "Habis kau!" Serangan kali ini pun tak berarti bagi Benhard. "Bagaimana mungkin...?"

"Sepertinya kau perlu bantuan," ucap Chanson yang baru saja tiba bersama Geara. "Pulang saja kau!" kata Berg. "Wah, ucapan yang kasar yah, apa boleh buat..." Chanson pun mengeluarkan pedang Lancelot sementara Geara mengeluarkan Vincent. "Heh, pedang kalian berdua mirip yah... Kalau begitu bantu aku sekarang!" bentak Berg yang sejak tadi menahan serangan Benhard.

Mereka bertiga pun menyerang secara serentak. "Kalau seperti ini jadi ingat masa lalu ya," ujar Geara. "Ucapanmu seperti orang mau mati," ledek Chanson. "Diamlah kalian berdua!" bentak Berg. "Masih saja suka membentak ya kau ini," keluh mereka berdua. Mereka terus-terusan menyerang di satu titik. Perlahan tapi pasti, tubuh Benhard dapat ditembus dan akhirnya berhasil dihancurkan.

"Hah!?" Bagian yang pecah itu pun pulih kembali. Berg mendecak. Geara terdiam. Chanson tersenyum. "Kenapa kau tersenyum?" tanya Berg. "Gunakanlah Hazel," ujar Chanson memberi saran. "Aku bukan pemilik pedang ini!" kata Berg. "Siapa bilang kau gunakan Hazel begitu saja? Gabungkan dengan Virtue!" kata Chanson. "Bagaimana caranya?" tanya Berg. "Begini!" Chanson dan Geara menyilangkan pedangnya. "Avalon!" Pedang itu pun menjadi satu. Berg yang merasa itu keren menyilangkan kedua pedang di tangannya. Kedua pedang itu pun berpadu menjadi satu. "Lontue!" Berg pun maju dengan pedang barunya.

Dengan kekuatan barunya, Berg menyerang Benhard yang sudah tidak berwujud manusia. Pedang Lontue yang bagaikan panzer itu terus bersinar dan mengeluarkan aura membara. Bahasa lebay tiada tara. Lho?

Benhard terus memukulkan capitnya. Namun dengan mudah Berg mampu menghancurkannya. "Apa!?" Benhard terkejut. Belum sempat memulihkan capitnya, Benhard sudah diserang dengan Avalon milik Chanson dan Geara. Terlihat sekali perbedaan kekuatan di antara kedua pihak. Benhard pun sudah tidak punya kekuatan untuk memulihkan tubuhnya.

"Habisilah dia," ucap Chanson sambil menoleh ke arah Berg. Berg hanya terdiam. "Aku tidak mau," katanya. Chanson dan Geara membeku. Keduanya menatap Berg dengan pandangan tak percaya. "Apa maksudmu!? Kalau kau tidak membunuhnya sekarang, dia akan mengamuk lagi!" bentak Chanson. "Tapi aku sudah lelah membunuh..." ucap Berg. Geara yang merasa sedikit kesal memukulnya. "Jangan manja, Berg!" bentaknya. Berg diam sebentar, lalu bangkit dan bertanya, "kenapa tidak kalian saja yang membunuhnya?"

Geara dan Chanson terdiam sebentar. "Benar juga ya! Hahaha!" Mereka berdua pun menghabisi Benhard dengan penuh kenikmatan. "Kejamnya..." Viona, Viola, dan Nami yang tanpa disadari sudah berada disana terkejut melihat pembantaian itu. Nami yang tidak tahan melihat itu menangis dan meratapi mayat Benhard. Dia pun menangis histeris. "Benhaaaaaard!!!"

Geara membawa Viona dan Viola pergi dari sana.

"Mau kau bawa kemana mereka?" tanya Ed.

"Aku memiliki firasat buruk, jadi untuk sementara waktu aku akan menjaga mereka," jawab Geara dan menghilang dari hadapan Berg dan Ed.

Berg dan Ed pun meninggalkan Nami yang sedang menangis melepas kepergian temannya sementara Chanson pergi ke arah yang berbeda bersama Habanera. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka.

"Mau apa lagi setelah ini?" tanya Ed kepada Berg. Berg tidak menjawab. Dia kelelahan karena pertarungan melawan Benhard. Kekejaman Chanson dan Geara pun menambah beban pikirannya sehingga lelahnya menjadi lebih berat dari yang seharusnya.

"Aku sudah lelah dengan semua ini," kata Berg.

"Aku ingin mengasingkan diriku sendiri di sebuah desa yang jauh dari konflik dan hidup tenang bersama keluargaku," tambahnya.

Ed kebingungan. "Tapi kan kau tidak punya..."

"Pasangan bisa dicari dengan mudah," potong Berg yang sudah tahu apa ujung kalimat Ed.

"Kau sudah lupa apa tujuanmu memulai perjalanan ini!?" tanya Ed yang ingin meyakinkan Berg.

"Iya, aku sudah lupa," jawab Berg sambil memandang jauh ke depan.

"Sudah ya, aku ingin pergi sendirian saja. Kalau kau masih ingin memburu pedang-pedang itu, lakukan saja dengan orang lain. Aku sudah tidak peduli."

Setelah mengucapkan itu, Berg meninggalkan Ed di pinggir kota dengan menaiki kereta kuda. Ed yang kini sendiri berjalan di pinggiran kota. Dia berpikir untuk mengejar pedang lainnya, tapi dia tahu kalau dia tidak mampu untuk melakukannya seorang diri. Dia juga tidak tahu bagaimana cara memanggil Geara. Seorang diri dia melangkah menjauh dari kota. Tanpa dia sadari, dia sudah berada di tengah-tengah padang rumput.

"Ini dimana...?"

Ed mendadak panik. Dia tidak mempersiapkan apa-apa. Hanya pedang yang dia bawa. Tiba-tiba dia mendengar suara gemuruh dari langit.

"Ng?" Ed menoleh ke atas dan melihat ada benda bulat besar dikelilingi api dan cahaya sedang menuju ke arahnya.

"Aduh...."

Ed panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia tahu lari pun tidak akan menyelamatkannya melihat ukuran benda itu yang sangat besar. Dia berpikir untuk menghancurkannya dengan pedang yang dia bawa. Tapi dia sadar kalau kemampuan pedangnya bukanlah untuk menghancurkan.

"Yah, sudahlah..."

Benda besar itu pun menghantam padang rumput beserta apapun yang berada di atasnya. Ledakan besar terjadi, namun tidak ada yang berubah. Ledakannya pun hilang begitu saja. Hanya Ed yang menghilang dari padang rumput tersebut.

-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar