Minggu, 21 September 2014

Grand Noir 6

"Berg, siapa sih orang bernama Geara itu?" tanya Viona. "Iya ya, aku juga penasaran," sahut Ed. Berg yang sudah mulai tenang mulai berbicara. "Dia adalah salah seorang rekanku di perang antar kerajaan satu tahun yang lalu. Saat itu kami berada di satu tim sehingga hubungan kami cukup akrab."

2 tahun lalu...

"Berg, kau melakukannya lagi ya?" Berg yang terkejut mendengarnya terdiam. "Dasar, kau tidak pernah kapok ya," ujar Geara. "Heh, daripada kau cuma diam, lebih baik kau bantu aku!" Geara menggumam, "apa boleh buat," dan ikut dengan Berg mencuri potongan-potongan besi di gudang. "Aku tidak mau kena hukum lho," ujar Geara. "Santai saja, nanti semuanya kau yang tanggung," sahut Berg. "Sial..."

***

Keadaan di Noir tidak stabil karena banyaknya kerajaan yang menyerang kerajaan lain untuk memperluas kekuasaannya. Hasil dari semua itu adalah perang besar antar kerajaan yang menghancurkan sebagian besar Noir.

***

"Senangnya kita bisa satu tim!" ujar Geara. Berg tersenyum dan bertanya, "apa kau pernah ikut perang sebelumnya?" "Kalau simulasi pernah." "Bagus!" Pasukan Berg menyerang pasukan musuh dengan formasi yang tak mudah goyah. Ahli strategi pasukan itu adalah Geara yang punya julukan Kancil Gunung sehingga dengan mudah pasukan Berg mampu menghabisi sayap kanan pasukan musuh.

"Hebat ya! Untung aku satu tim denganmu, Berg!" ujar Geara. "Huh, jangan terlalu merendah... Semua ini juga kan berkat otakmu yang jenius itu," tanggap Berg. Tanpa gangguan yang berarti, pasukan Berg berhasil menembus pertahanan musuh. "Mudah sekali..." ucap Berg curiga. "Tentu saja, ini kan sudah direncanakan..."

"Apa maksudmu, Geara!?" tanya Berg. "Tak perlu kukatakan dua kali bukan? Kau sudah masuk dalam rencanaku," jawab Geara dengan muka licik. "Apa maumu!?" "Tidak aneh kok, aku cuma mau memanfaatkan tubuhmu saja." "Apa maksudmu?" Dari tangan Geara muncul sebilah pedang besar. "Virtue..." Geara melemparkannya ke arah Berg. Setelah itu, Berg kehilangan kesadarannya.

"Sial... Apa yang terjadi?" gumam Berg begitu tersadar. Dilihatnya Virtue tergeletak di sampingnya. Karena rasa penasaran, Berg mengambilnya dan menebaskannya ke gerbang istana musuh. "Wah, terbelah!" Berg terkagum melihatnya. Belum selesai terkagum-kagum, dia sudah dikelilingi pasukan musuh. Berg tertawa pelan dan menantang mereka. "Ayo maju kalian semua!!!"

***

"Begitulah ceritanya," ucap Berg menutup ceritanya. "Bisa dibilang dia pemilik semua pedang pusaka ya," ujar Ed. "Tidak Ed... Dari awal tidak ada yang namanya pedang pusaka, yang ada hanyalah omong kosong belaka... Buktinya, Virtue hanya memiliki power yang besar, tidak seperti pedangmu yang tergolong pedang ajaib dengan kemampuan yang unik," ujar Berg. "Sepertinya kita kedatangan tamu," ujar Viona.

Mereka adalah Marco dan Alex. "Benarkah itu, Berg? Kau tahu keberadaan Geara?" tanya Marco tercengang. "Aku tidak bilang begitu. Terlebih lagi, kenapa kau disini?" tanya Berg. "Tidak ada apa-apa, kebetulan saja kami lewat sini," ucap Marco. "Bisakah aku minta tolong padamu?" pinta Berg.

***


"Yang mulia Geara, kami sudah kembali," ucap Claude berlutut di depan Geara. "Apa yang kalian temukan kali ini?" tanya Geara. "Pedang Virtue beserta pemegangnya, dan anak itu..." ucap Claude menunjuk Viola yang berdiri di depan pintu. "Anak itu..."

"Senang bertemu dengan anda, tuan Geara... Perkenalkan, namaku Viola Hepatica, salam kenal..." ucap Viola memperkenalkan dirinya. Geara tersenyum lalu menyuruh Claude dan Boris meninggalkan mereka berdua. "Sepertinya kau cukup berguna... Terlihat dari kedua matamu yang bersinar merah itu..." ucap Geara. "Saya permisi dulu," ucap Viola dan pergi. Claude memberikanku mainan menarik, pikir Geara.

***

"Tadi kau minta tolong apa pada orang itu?" tanya Ed. "Hanya jaga-jaga saja, takutnya terjadi hal yang terduga," jelas Berg. "Sekarang kita pergi kemana?" tanya Viona. "Reruntuhan istana Agentum, tempat aku mendapatkan Virtue..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar