Minggu, 21 September 2014

Grand Noir 8

ZRASH!

Hanya dalam hitungan detik, mereka sudah mendesak Leviathan, naga penjaga danau Levia. "Sudah saatnya kita akhiri! Heaaa!" Berg melesat masuk ke mulut Leviathan dan menghancurkannya dari dalam. "Sepertinya aku pernah melihatnya entah dimana," ujar Ed. "Hehe, iya ya," sahut Viona. "Sudah cukup main-mainnya, Agentum sudah di depan mata!" Kau bilang lima hari kan, pikir Ed. Sepertinya ada salah perhitungan. "Tak akan kubiarkan kau kesana dengan mudah!"

Geara beserta beberapa anak buahnya datang menghalangi Berg. "Jadi kau langsung turun tangan hah!?" ucap Berg. "Kalau tidak begitu, tidak menarik bukan?" ujar Geara. "Claude, Boris, Viola, Azesta, Azlika, serang mereka!" perintah Geara. "Sial, kita kalah jumlah!"

"Kata siapa?" Tiba-tiba muncul beberapa orang membantu Berg. "Kalian datang juga..." Marco datang bersama Gilbert, Alex, dan seorang teman mereka yang bernama Rina. "Kau tidak mengajak 'dia'?" tanya Berg. "Dia tak bisa ditemukan dimanapun," jawab Marco. "Jangan buang waktu lagi! Ayo kita bertarung habis-habisan!"

Berg VS Geara.
Ed VS Claude.
Viona VS Viola.
Marco VS Boris.
Gilbert VS Azesta.
Alex-Rina VS Azlika.

"Aku takkan segan-segan meskipun lawannya perempuan," ujar Gilbert. "Memang seharusnya begitu, karena aku bukan manusia..." Beberapa tangan mekanik keluar dari punggung Azesta. Ini akan sulit, pikir Gilbert. Azesta menyerang lebih dulu dan melukai tangan Gilbert. "Kalau begini sih, potong saja!" Gilbert memotong semua tangan mekanik Azesta. "Apa!?" "Kuperingatkan padamu, jangan remehkan orang yang bertahan dari perang kerajaan!"

Berbeda dengan yang sebelumnya, keadaan Alex dan Rina cukup buruk. Mereka terdesak karena tak kuat menghadapi Azlika dengan pedang-pedang di tangannya. "Hah... Hah... Bagaimana ini?" tanya Rina tersengal-sengal. "Entahlah, dia kuat sekali," jawab Alex yang keadaannya juga parah. "Matilah kalian!"

Slash! Dalam sekejap tubuh Azlika terbelah dua. "Kalian berdua belum cukup kuat, berlatihlah lebih banyak..." ujar Gilbert. Alex dan Rina merasa malu dan meminta maaf. "Bagus kalau kalian mengerti, tapi ini bukan saatnya bersantai-santai." Azlika dan Azesta menyatu dan menjadi robot sepenuhnya. "Ayo kita hancurkan robot itu!"

"Hei, jangan halangi aku!" keluh Ed. "Kau yang menyerangku duluan!" bentak Marco. "Itu karena kau mendadak melompat ke arahku!" sanggah Ed. "Hei, tak apa nih?" tanya Claude. "Apanya yang tak apa? Aku mulai tak sabar! Hei kalian berdua! Ayo bertarung dengan benar!" bentak Boris sambil berlari ke arah mereka berdua. "Berisik!!!" Karena emosi, mereka berdua menyerang Boris dengan kekuatan penuh hingga pingsan. Claude ternganga melihatnya.

"Kebetulan ada satu disini... Hei kacamata sialan, ayo kita taruhan. Kalau aku bisa mengalahkannya duluan, kau jadi budakku." "Kalau aku yang mengalahkannya duluan, kau harus patuhi semua kalimatku. Menarik!" Dengan senyuman licik, mereka berdua menyerang Claude. Claude yang ketakutan menghindar dari serangan mereka dan sedikit memberikan perlawanan. "Sial!"

"Hei Viola, aku tak mau melawanmu," ujar Viona. "Aku juga... Tapi mau tak mau, kita harus bertarung," jelas Viola. "Ya sudah, akan kuturuti kemauanmu." "Bagus." Mereka berdua mengeluarkan senjata masing-masing. "Viona, jangan kasar-kasar ya!" "Oke, anggap saja ini latih tanding." Mereka berdua pun mulai bertarung.

"Akhirnya datang juga kesempatan untung menghajarmu!" "Begitukah? Hati-hati saja agar tidak dihajar." BUKK! "Ah, maaf Berg, tadi terlepas!" ucap Ed meminta maaf. "Hahahaha! Sudah kubilang hati-hati kan?" BUAGH! "Bagaimana rasanya dihajar, hah!?" Geara tetap tersenyum meskipun darah keluar dari mulutnya. "Kau ingat aku pernah bilang meminjam tubuhmu?" "Apa maksudnya itu!?" tanya Berg. "Sejujurnya, yang kupinjam bukan tubuhmu, tapi tanganmu. Nih, kukembalikan." ucap Geara meniupkan sesuatu ke tangan Berg.

Berg merasakan tangannya mendapat suatu kekuatan yang sudah lama tak dia rasakan. "Menakutkan sekali gurumu bisa memberikan kekuatan seperti itu padamu..." ujar Geara. "Untung aku sudah membunuhnya," tambahnya. "Aku mengerti sekarang kenapa aku tidak bisa mengeluarkan potensi Virtue..." ucap Berg. Api menjalar dari pedang Virtue.

"Berterima kasihlah karena kau sudah kuberikan pedang itu..." ucap Geara. Berg tertawa pelan. "Ya, aku harus berterima kasih... Dan beginilah caraku berterima kasih padamu!" Berg menyerang Geara dengan pedangnya. Geara pun mengeluarkan pedangnya. "Ayo maju, Lancelot!" Mereka berdua pun mengadukan kekuatan dengan pedang. "Kali ini kau akan kukalahkan!" "Atas dasar apa?" "Hutang!" "Ha?" Geara mundur beberapa langkah. "Kalau aku menang, kau harus jadi bawahanku dan menanggung semua pengeluaranku! Bagaimana itu, brengsek!?" Geara tersenyum. "Boleh juga..."

"Sepertinya ini akan mudah," ujar Alex. "Robot ini lemah ya," tambah Rina. Mereka berdua hanya duduk melihat Gilbert menghancurkan robot itu dengan mudah, bahkan sambil tertawa. Pertempuran ini pun terus berlanjut...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar